0 Comments

Jakarta, incahospital.co.id – Bayangkan kamu sedang membawa ayahmu ke rumah sakit karena sesak napas. Semua dokumen lengkap. Sudah daftar Kendala BPJS Kesehatan bertahun-tahun. Tapi begitu tiba di meja administrasi, kalimat itu muncul: “Mohon maaf, kamar penuh. Pasien umum dulu yang kami terima.”

Dan di situlah drama dimulai.

Cerita seperti ini bukan fiksi. Ia nyata. Dialami oleh ribuan, bahkan jutaan warga Indonesia dari berbagai latar belakang. Program Kendala BPJS Kesehatan yang digadang sebagai penyelamat kesehatan universal, justru seringkali tersandung pada masalah-masalah teknis, birokrasi, dan komunikasi.

Mari kita bedah dalam lima bagian besar: dari akar masalah hingga solusi pencegahan yang realistis dan membumi.

Latar Belakang dan Tujuan BPJS: Cita-Cita Baik yang Terluka

Kendala BPJS Kesehatan

Ketika diluncurkan secara nasional pada 1 Januari 2014, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hadir dengan semangat tinggi: menghadirkan jaminan kesehatan universal bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa memandang status ekonomi.

Tujuannya mulia:

  • Meningkatkan akses pelayanan kesehatan

  • Mengurangi beban biaya pengobatan

  • Mendorong masyarakat hidup lebih sehat dengan sistem preventif

Secara teoritis, sistem ini masuk akal. Kita semua membayar iuran (pribadi atau dari tempat kerja), lalu mendapat hak atas pelayanan medis sesuai kebutuhan.

Tapi seperti banyak sistem besar lainnya, praktiknya tidak selalu mulus. Seiring waktu, keluhan demi keluhan bermunculan, dan makin keras gaungnya di media sosial.

Jenis Kendala yang Sering Dihadapi Peserta Kendala BPJS Kesehatan

Berikut adalah beberapa kendala paling sering terjadi menurut laporan media dan pengalaman masyarakat:

a. Penolakan Pelayanan

Ini adalah jenis keluhan paling umum. Pasien BPJS ditolak dengan alasan kamar penuh, sistem down, atau malah diarahkan untuk “upgrade ke pasien umum”.

Kenyataan pahit: beberapa rumah sakit swasta memang enggan menerima pasien BPJS karena alasan pembayaran yang lambat atau birokrasi panjang. Ada juga yang hanya mengalokasikan sebagian kecil kapasitas untuk pasien JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).

b. Antrian Panjang dan Sistem Rujukan Berbelit

Sistem berjenjang BPJS mengharuskan peserta melewati Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti puskesmas atau klinik, sebelum bisa dirujuk ke rumah sakit. Dalam kondisi darurat, ini bisa sangat menyulitkan.

Belum lagi sistem antrean online seperti di aplikasi Mobile JKN yang sering error atau mendadak penuh.

c. Keterbatasan Obat dan Alat Medis

Banyak pasien mengeluh resep obat dari dokter tidak bisa ditebus karena tidak termasuk dalam formularium nasional (fornas) BPJS. Ini membuat pasien harus membayar sendiri obat tambahan.

Alat bantu kesehatan seperti kursi roda, popok dewasa, bahkan layanan fisioterapi juga sering tidak di-cover atau dibatasi jumlahnya.

d. Masalah Data dan Status Kepesertaan

Beberapa peserta tiba-tiba “non-aktif” padahal merasa tidak pernah menunggak. Atau nama ganda, NIK tidak cocok, hingga iuran ganda.

Masalah-masalah administratif ini biasanya baru disadari saat pasien sudah di meja pendaftaran rumah sakit. Terlambat? Sudah pasti menambah stres.

Dampak Psikologis dan Sosial: Ketika Sakit Tak Lagi Soal Fisik

Kita perlu sadar bahwa kendala dalam sistem kesehatan tidak hanya berdampak pada fisik pasien, tapi juga mental dan kondisi sosial keluarganya.

a. Trauma Rumah Sakit

Banyak masyarakat kecil jadi takut ke rumah sakit, bukan karena jarum suntik, tapi karena prosedur yang membingungkan dan perlakuan diskriminatif dari tenaga medis.

Bayangkan seseorang dari desa membawa orang tuanya ke rumah sakit besar di kota. Mereka tak paham sistem rujukan, tidak familiar dengan aplikasi online, dan saat bertanya… disambut dengan tatapan sinis.

b. Beban Biaya Tambahan

Meskipun BPJS diklaim “gratis”, dalam praktiknya sering kali tetap keluar biaya: dari fotokopi berkas, obat tambahan di luar fornas, hingga ongkos transportasi bolak-balik rujukan.

Bahkan beberapa keluarga memilih membayar sendiri di faskes swasta daripada menghadapi birokrasi yang membingungkan.

c. Friksi Sosial

Tak jarang, terjadi konflik antara pasien dan petugas administrasi rumah sakit. Atau antara keluarga pasien dan tenaga medis. Bukan karena benci, tapi karena frustrasi dari sistem yang tidak empatik.

Upaya Perbaikan dan Inovasi: Ada Harapan, Tapi Masih Bertahap

Kabar baiknya, BPJS bukan sistem yang stagnan. Ada berbagai upaya pembenahan, meskipun belum menyentuh seluruh akar masalah.

a. Digitalisasi Layanan

Aplikasi Mobile JKN memungkinkan peserta mengecek status, mendaftar antrean, hingga konsultasi daring. Namun sayangnya, masih banyak masyarakat yang kesulitan mengakses atau memahami fiturnya.

b. Revisi Aturan Fornas

Beberapa pengembangan dilakukan untuk memperluas cakupan obat yang dijamin. Namun belum semua kebutuhan kompleks bisa tertutupi.

c. Kerja Sama RS Swasta

Pemerintah terus mendorong RS swasta agar menerima pasien JKN lebih terbuka. Namun tantangan tarif INA-CBGs dan pembayaran klaim masih menjadi sumber tarik-ulur.

d. Edukasi Peserta

Program sosialisasi terus dilakukan, terutama terkait cara rujukan dan manfaat layanan. Tapi sayangnya, pendekatan ini masih bersifat top-down dan kurang menyentuh secara kultural.

Langkah Pencegahan Realistis: Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Kalau kita tidak bisa mengubah sistem dalam semalam, setidaknya kita bisa melakukan langkah pencegahan agar tidak “kecolongan”.

a. Cek Status BPJS Secara Berkala

Gunakan aplikasi Mobile JKN atau telepon ke 165 untuk memastikan status aktif dan iuran tidak tertunggak. Jangan tunggu sakit baru mengecek.

b. Simpan Dokumen Kesehatan

Selalu bawa fotokopi kartu keluarga, KTP, dan kartu BPJS. Simpan juga surat rujukan dan hasil pemeriksaan sebelumnya. Ini mempermudah saat antre atau dirujuk.

c. Kenali Faskes Terdekat

Cari tahu faskes pertama dan rumah sakit rujukan terdekat yang menerima BPJS. Simpan kontaknya. Kalau perlu, survei lebih dulu.

d. Siapkan Dana Darurat

Sebisa mungkin, punya dana cadangan minimal Rp 1–2 juta untuk mengantisipasi kebutuhan yang tidak ditanggung Kendala BPJS Kesehatan.

e. Edukasi Keluarga

Ajak anggota keluarga memahami sistem rujukan, alur pelayanan, dan prosedur klaim. Bisa jadi, kamu akan menolong orang tua atau kerabat di saat darurat.

Penutup: Jaminan Kesehatan Seharusnya Tidak Bikin Sakit

Kendala BPJS Kesehatan adalah sistem yang ideal secara visi, tapi masih terhambat dalam pelaksanaan. Namun, ini bukan alasan untuk menyerah. Justru ini jadi momentum bagi kita—sebagai masyarakat—untuk terus kritis, proaktif, dan edukatif.

Kesehatan adalah hak dasar. Tapi hak itu baru berguna jika kita tahu cara mengakses dan mempertahankannya.

Dan bagi sistem? Sudah saatnya mendengar lebih banyak dari suara rakyat di ruang tunggu rumah sakit, bukan hanya statistik di meja rapat.

Semoga ke depan, kita bisa menyaksikan layanan BPJS yang bukan hanya lebih cepat, tapi juga lebih manusiawi. Karena ketika bicara soal sakit, yang kita butuhkan bukan hanya dokter—tapi juga empati dan keadilan.

Baca Juga Artikel dari: Vertigo: Gangguan Keseimbangan yang Harus Kamu Kenali

Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Kesehatan

Author

Related Posts