0 Comments

Jakarta, incahospital.co.id – “Kerja itu ibadah, tapi kok rasanya malah kayak hukuman?” – pernahkah kamu mendengar kalimat semacam itu dari rekan kantor? Atau mungkin justru dari dirimu sendiri.

Di tengah tuntutan profesionalisme, target yang menumpuk, hingga hubungan kerja yang kompleks, banyak karyawan mulai menyadari bahwa kesehatan mental kerja sama pentingnya dengan gaji dan tunjangan. Menurut survei yang dilakukan lembaga kesehatan nasional di Indonesia, hampir 35% pekerja mengalami stres kerja tingkat tinggi. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan alarm yang menunjukkan adanya “darurat sunyi” di balik meja kantor.

Kesehatan mental kerja tidak hanya soal bebas dari depresi atau kecemasan, melainkan tentang bagaimana seseorang mampu mengelola stres, menjaga fokus, tetap produktif, dan pada saat yang sama merasa bahagia dengan pekerjaannya.

Saya ingat satu cerita fiktif dari seorang staf keuangan bernama Rani. Ia selalu datang paling pagi, pulang paling malam, dan dikenal sebagai pegawai andalan. Namun, di balik kinerjanya, ia sering menangis di toilet kantor karena merasa kelelahan. Rani bukan malas, bukan juga tidak mampu—dia hanya tak lagi punya ruang untuk bernapas di tengah tekanan. Kisah seperti Rani ini terjadi lebih sering daripada yang kita bayangkan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental Kerja

Kesehatan Mental Kerja

Banyak orang berpikir stres di kantor hanya datang dari pekerjaan yang menumpuk. Padahal, faktor penyebabnya lebih kompleks dan saling berkelindan. Mari kita bedah satu per satu:

a. Beban Kerja Berlebih

Pekerja yang terbebani dengan deadline bertubi-tubi seringkali merasa hidupnya hanya untuk bekerja. Dampaknya? Tubuh lelah, pikiran pun ikut terkuras.

b. Lingkungan Kerja yang Tidak Sehat

Toxic workplace adalah momok nyata. Konflik antar-rekan, bos yang terlalu otoriter, hingga budaya kompetitif yang tidak sehat, dapat menurunkan motivasi bahkan memicu gangguan kecemasan.

c. Kurangnya Dukungan Sosial

Pekerja yang merasa sendirian tanpa dukungan rekan atau atasan akan lebih rentan stres. Padahal, sekadar ucapan “kerja bagus” bisa sangat berarti.

d. Ketidakjelasan Karier

Pekerja yang tidak punya arah jelas atau kesempatan berkembang akan merasa stagnan. Hal ini bisa menurunkan rasa percaya diri, bahkan membuat pekerjaan terasa sia-sia.

e. Work-Life Balance yang Buruk

Banyak pekerja merasa waktu pribadinya “dirampas” oleh kantor. Akibatnya, hubungan keluarga renggang, kesehatan fisik memburuk, dan mental ikut tertekan.

Faktor-faktor ini membentuk lingkaran yang bisa memerangkap siapa saja. Sering kali, masalah kecil yang tak ditangani bisa menumpuk dan meledak dalam bentuk burnout.

Dampak Kesehatan Mental Kerja pada Individu dan Perusahaan

Kesehatan mental kerja yang terabaikan bukan hanya merugikan individu, tetapi juga perusahaan.

Dampak pada Individu:

  • Menurunnya produktivitas: Sulit konsentrasi, mudah lelah, dan sering menunda pekerjaan.

  • Masalah kesehatan fisik: Stres kronis bisa memicu sakit kepala, gangguan pencernaan, hingga penyakit jantung.

  • Hubungan sosial terganggu: Pekerja bisa menjadi mudah marah atau menarik diri dari lingkungan.

Dampak pada Perusahaan:

  • Tingkat absensi meningkat: Pekerja sering izin sakit atau cuti mendadak.

  • Turnover tinggi: Karyawan yang merasa tidak nyaman akan memilih resign.

  • Turunnya kualitas kerja: Perusahaan akan rugi karena ide kreatif, inovasi, dan semangat kerja kian menurun.

Ada satu kisah nyata dari sebuah perusahaan startup teknologi di Jakarta. Mereka bangga dengan budaya kerja “fast and furious”, lembur hingga dini hari dianggap wajar. Awalnya, produktivitas memang tinggi, tapi dalam dua tahun pertama, 40% karyawan keluar karena burnout. Akhirnya, perusahaan harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk rekrutmen dan pelatihan karyawan baru.

Cara Menjaga dan Meningkatkan Kesehatan Mental Kerja

Berita baiknya, kesehatan mental kerja bisa dijaga dan ditingkatkan—baik oleh individu maupun perusahaan.

Bagi Individu:

  1. Tetapkan Batasan Waktu
    Belajar berkata “tidak” pada pekerjaan di luar jam kerja. Ingat, hidupmu tidak hanya tentang kantor.

  2. Kelola Stres dengan Teknik Relaksasi
    Cobalah meditasi singkat, olahraga ringan, atau sekadar jalan sore setelah bekerja.

  3. Bangun Sistem Dukungan
    Bicarakan masalahmu dengan teman, keluarga, atau profesional jika perlu. Jangan dipendam sendirian.

  4. Rawat Tubuh, Rawat Pikiran
    Makan sehat, tidur cukup, dan olahraga rutin akan membantu pikiran tetap stabil.

Bagi Perusahaan:

  1. Ciptakan Lingkungan Kerja Positif
    Bangun budaya apresiasi dan komunikasi terbuka.

  2. Berikan Kesempatan Berkembang
    Training, mentoring, atau kesempatan promosi bisa membuat karyawan merasa dihargai.

  3. Sediakan Program Employee Assistance
    Beberapa perusahaan besar sudah menyediakan konseling gratis untuk karyawannya.

  4. Dorong Work-Life Balance
    Misalnya, dengan fleksibilitas jam kerja atau opsi kerja hybrid.

Tren Global dan Harapan ke Depan

Di dunia internasional, topik kesehatan mental kerja kini mendapat perhatian serius. WHO bahkan memasukkan burnout sebagai fenomena yang berhubungan langsung dengan pekerjaan. Di Indonesia sendiri, beberapa perusahaan multinasional mulai menerapkan program mental health awareness dengan menggandeng psikolog.

Generasi milenial dan Gen Z yang kini mendominasi pasar kerja juga lebih vokal menyuarakan pentingnya kesehatan mental kerja. Mereka tak segan memilih resign dari perusahaan yang tidak peduli dengan isu ini.

Harapannya, perusahaan lokal ikut membuka mata. Bahwa karyawan bukan sekadar mesin produksi, melainkan manusia dengan kebutuhan emosional. Dan bagi individu, semakin banyak orang berani mencari bantuan ketika merasa tidak baik-baik saja.

Kesimpulan

Kesehatan mental kerja bukan isu sepele, melainkan fondasi dari produktivitas dan keberlanjutan perusahaan. Individu perlu belajar menjaga diri, sementara perusahaan wajib menyediakan ruang aman bagi karyawannya.

Pada akhirnya, kita bekerja bukan hanya untuk bertahan hidup, tetapi juga untuk merasakan arti hidup. Kalau pekerjaan membuatmu kehilangan dirimu sendiri, maka ada yang salah. Ingat, sehat mental di tempat kerja bukanlah kemewahan—itu hak setiap pekerja.

Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Kesehatan

Baca Juga Artikel Dari: Terapi Psikologis: Jalan Sunyi Menuju Pemulihan Mental

Author

Related Posts