0 Comments

Jakarta, incahospital.co.id – Di balik rutinitas yang sibuk, banyak orang tidak sadar bahwa tubuh mereka sedang menyimpan bom waktu. Penyakit jantung koroner (PJK) sering disebut sebagai “silent killer” karena ia bisa berkembang tanpa gejala yang jelas hingga akhirnya memicu serangan jantung yang mematikan.

Bayangkan seseorang seperti Arif, 42 tahun, manajer perusahaan yang sering bekerja hingga larut malam. Ia jarang berolahraga, gemar makan makanan cepat saji, dan hampir setiap hari ditemani secangkir kopi kental. Hingga suatu pagi, saat berjalan menuju mobil, ia merasakan nyeri di dada yang menjalar ke lengan kiri. Beberapa jam kemudian, dokter memastikan: serangan jantung akibat penyumbatan pembuluh koroner.

Kisah seperti Arif bukanlah fiksi. Data dari Kementerian Kesehatan Indonesia menunjukkan penyakit jantung, termasuk PJK, masih menjadi penyebab kematian tertinggi di Tanah Air. Memahami cara kerja penyakit ini, faktor risiko, dan langkah pencegahannya adalah kunci untuk mengurangi ancaman yang satu ini.

Apa Itu Penyakit Jantung Koroner?

Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner terjadi ketika pembuluh darah koroner — yang bertugas mengantarkan darah kaya oksigen ke otot jantung — mengalami penyempitan atau penyumbatan. Penyebab utamanya adalah aterosklerosis, yaitu penumpukan plak yang terdiri dari lemak, kolesterol, kalsium, dan zat lainnya di dinding arteri.

Tahapan terjadinya PJK:

  1. Kerusakan dinding arteri akibat faktor seperti tekanan darah tinggi, merokok, atau kadar gula darah yang tinggi.

  2. Penumpukan plak yang membuat arteri menyempit.

  3. Penurunan aliran darah yang mengurangi suplai oksigen ke jantung.

  4. Iskemia (kekurangan oksigen) yang memicu nyeri dada atau serangan jantung.

Jika suplai darah terhenti total, sebagian otot jantung bisa mati dalam hitungan menit — inilah yang disebut infark miokard.

Faktor Risiko yang Perlu Diwaspadai

Risiko PJK dibagi menjadi dua kategori: yang dapat diubah dan yang tidak.

Faktor risiko yang dapat diubah:

  • Merokok – Nikotin dan karbon monoksida merusak dinding arteri.

  • Kolesterol tinggi – Terutama LDL (kolesterol jahat) yang memicu aterosklerosis.

  • Tekanan darah tinggi – Membebani jantung dan mempercepat kerusakan arteri.

  • Gaya hidup sedentari – Kurangnya aktivitas fisik memperburuk kesehatan pembuluh darah.

  • Obesitas – Meningkatkan risiko hipertensi, diabetes, dan gangguan lipid.

  • Pola makan buruk – Tinggi lemak jenuh, gula, dan garam.

  • Stres berkepanjangan – Mempengaruhi tekanan darah dan perilaku makan.

Risiko yang tidak dapat diubah:

  • Usia – Risiko meningkat setelah usia 45 pada pria dan 55 pada wanita.

  • Riwayat keluarga – Faktor genetik mempengaruhi risiko PJK.

  • Jenis kelamin – Pria cenderung mengalami PJK lebih awal dibanding wanita.

Contoh nyata: di sebuah studi di Jakarta, pekerja kantoran dengan pola makan cepat saji dan jarang bergerak memiliki risiko PJK hingga dua kali lipat dibanding mereka yang aktif berolahraga dan menjaga pola makan.

Gejala yang Sering Terabaikan

Penyakit jantung koroner bisa berkembang diam-diam. Gejala yang muncul sering diabaikan karena dianggap sepele.

Gejala umum PJK:

  • Nyeri dada (angina) – Rasa tertekan atau terbakar di dada, biasanya muncul saat aktivitas dan mereda saat istirahat.

  • Sesak napas – Terjadi karena jantung tidak memompa darah secara optimal.

  • Kelelahan ekstrem – Bahkan setelah aktivitas ringan.

  • Nyeri menjalar – Ke bahu, lengan, leher, atau rahang.

  • Keringat dingin, mual, atau pusing – Sering muncul saat serangan jantung.

Kasus menarik, seorang wanita berusia 50 tahun di Bandung mengalami nyeri rahang dan sesak napas ringan saat berjalan. Ia mengira hanya kelelahan, namun pemeriksaan EKG menunjukkan adanya penyumbatan pada pembuluh koroner kiri utama — salah satu bentuk PJK yang paling berbahaya.

Diagnosis dan Pemeriksaan Medis

Deteksi dini PJK dapat menyelamatkan nyawa. Dokter biasanya melakukan kombinasi pemeriksaan berikut:

  1. Elektrokardiogram (EKG) – Mendeteksi irama jantung yang abnormal.

  2. Tes darah – Mengukur kadar kolesterol, gula darah, dan penanda kerusakan jantung seperti troponin.

  3. Ekokardiogram – Memvisualisasikan fungsi pompa jantung.

  4. Tes stres (treadmill test) – Menilai respons jantung terhadap aktivitas fisik.

  5. Angiografi koroner – Memeriksa lokasi dan tingkat penyumbatan arteri.

  6. CT Scan jantung – Alternatif non-invasif untuk melihat plak di arteri.

Diagnosis yang tepat membantu menentukan apakah pasien memerlukan obat-obatan, prosedur intervensi seperti angioplasti, atau operasi bypass.

Pilihan Pengobatan

Pengobatan PJK bergantung pada tingkat keparahan dan kondisi pasien.

1. Perubahan gaya hidup:

  • Mengurangi konsumsi lemak jenuh dan gula.

  • Olahraga minimal 150 menit per minggu.

  • Berhenti merokok.

  • Mengelola stres dengan teknik relaksasi.

2. Terapi obat:

  • Statin untuk menurunkan kolesterol.

  • Beta-blocker untuk menurunkan beban kerja jantung.

  • ACE inhibitor untuk mengontrol tekanan darah.

  • Antiplatelet seperti aspirin untuk mencegah pembekuan darah.

3. Prosedur medis:

  • Angioplasti dan pemasangan stent untuk membuka arteri yang tersumbat.

  • Bypass jantung untuk membuat jalur baru suplai darah.

Di sebuah rumah sakit di Surabaya, pasien dengan penyumbatan 90% berhasil pulih setelah menjalani bypass jantung dan menerapkan diet ketat rendah kolesterol.

Pencegahan adalah Investasi Terbaik

Pencegahan PJK jauh lebih murah dan efektif dibanding pengobatan. Langkah-langkah yang dapat dilakukan antara lain:

  • Menjaga berat badan ideal.

  • Memilih makanan tinggi serat seperti sayur, buah, dan biji-bijian.

  • Memeriksa tekanan darah dan kolesterol secara rutin.

  • Menghindari rokok dan minuman beralkohol berlebihan.

  • Menjaga kesehatan mental untuk mengurangi stres kronis.

Kampanye kesehatan di beberapa kota di Indonesia menunjukkan hasil positif: komunitas yang rutin mengadakan jalan pagi bersama dan pemeriksaan kesehatan gratis mengalami penurunan angka kasus PJK sebesar 15% dalam setahun.

Tantangan Menghadapi PJK di Indonesia

Indonesia menghadapi tantangan unik dalam penanggulangan PJK:

  • Kurangnya kesadaran masyarakat akan gejala awal.

  • Akses terbatas ke fasilitas kesehatan di daerah terpencil.

  • Kebiasaan makan tinggi lemak yang masih umum di banyak daerah.

  • Tingkat stres tinggi di perkotaan.

Untuk mengatasi hal ini, diperlukan sinergi antara pemerintah, tenaga medis, dan masyarakat. Edukasi publik, program skrining massal, dan promosi gaya hidup sehat harus terus digencarkan.

Masa Depan Penanganan PJK

Kemajuan teknologi medis membuka peluang baru untuk mengatasi PJK:

  • Telemedisin untuk konsultasi cepat dengan dokter jantung.

  • Wearable device yang memantau detak jantung dan tekanan darah.

  • Terapi gen yang sedang diteliti untuk memperbaiki kerusakan pembuluh darah.

Jika teknologi ini dipadukan dengan kesadaran masyarakat, angka kematian akibat PJK di Indonesia bisa ditekan secara signifikan.

Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Kesehatan

Baca Juga Artikel Dari: Gagal Ginjal Kronis: Mengenal dan Mengelola Penyakit Senyap

Berikut Website Referensi: papua78

Author

Related Posts