Jakarta, incahospital.co.id – Pada suatu malam di akhir 2022, seorang ibu muda di sebuah desa di Nusa Tenggara Timur membawa anaknya ke puskesmas setelah si kecil demam tinggi selama dua hari. Namun, ia tidak tahu bahwa tanda-tanda dehidrasi parah sudah muncul sejak sore. Ia sempat memberikan air kelapa, berpikir itu solusi universal. Sayangnya, anak itu tak tertolong.
Kisah nyata seperti ini terjadi karena satu hal mendasar: minimnya edukasi kesehatan.
Di Indonesia, kesenjangan informasi soal kesehatan masih menjadi masalah besar. Padahal, edukasi kesehatan bukan hanya domain tenaga medis. Ini tentang menyebarkan pemahaman yang benar, mudah dipahami, dan bisa diterapkan masyarakat awam untuk menjaga diri sendiri dan orang sekitarnya.
Edukasi kesehatan adalah fondasi dari pencegahan, dan pencegahan selalu lebih murah—secara ekonomi, sosial, bahkan emosional—daripada pengobatan.
Apa Itu Edukasi Kesehatan dan Kenapa Ini Penting Banget?
Secara definisi, edukasi kesehatan adalah proses memberikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan kepada individu agar mereka dapat membuat keputusan sehat. Tapi kenyataannya, proses ini bukan cuma soal bagi-bagi brosur di posyandu.
Fungsi Strategis Edukasi Kesehatan:
-
Membentuk pola pikir preventif
Masyarakat jadi tahu kapan harus ke dokter, bukan hanya saat kondisi sudah parah. -
Mengurangi beban sistem kesehatan nasional
Jika masyarakat tahu pentingnya imunisasi, cuci tangan, dan gizi seimbang, maka jumlah kasus penyakit menular bisa ditekan drastis. -
Menangkal hoaks dan misinformation
Kita hidup di era konten. Tapi banyak juga konten kesehatan yang misleading. Edukasi menjadi filter utama publik terhadap info keliru. -
Mendukung kualitas hidup jangka panjang
Gaya hidup sehat adalah akumulasi dari keputusan harian. Keputusan itu dimulai dari informasi yang benar.
Sayangnya, edukasi kesehatan yang merata masih jadi tantangan besar, terutama di wilayah rural, komunitas adat, dan populasi rentan.
Di Mana Letak Masalahnya? Kenapa Edukasi Kesehatan Tak Merata?
Menurut laporan Tirto, permasalahan utama ada di akses dan media penyampaian. Di banyak tempat, edukasi masih bergantung pada tenaga kesehatan konvensional yang jumlahnya terbatas.
Tantangan Utama Edukasi Kesehatan di Indonesia:
-
Bahasa dan Literasi
-
Banyak materi kesehatan ditulis terlalu teknis dan tidak disesuaikan dengan tingkat literasi lokal.
-
Di Papua misalnya, pendekatan visual lebih efektif daripada tulisan panjang.
-
-
Distribusi Tenaga Medis
-
Dokter atau perawat di daerah terpencil harus merangkap jadi edukator, tanpa pelatihan pedagogi yang memadai.
-
-
Kesenjangan Digital
-
Meski kita sering bicara soal internet, tidak semua daerah punya akses stabil. Maka konten YouTube atau Instagram kadang percuma.
-
-
Dominasi Narasi Jakarta-sentris
-
Informasi kesehatan yang viral seringkali tak relevan dengan konteks lokal. Misalnya kampanye soal olahraga lari 5K untuk warga kota besar tidak applicable bagi ibu rumah tangga di desa.
-
Masalah-masalah ini menunjukkan bahwa edukasi kesehatan perlu dibumikan, tidak bisa pakai pendekatan satu template untuk semua.
Era Digital & Influencer: Medan Baru Edukasi Kesehatan yang Tak Terbendung
Di satu sisi, dunia digital juga membawa angin segar. Menurut Katadata, semakin banyak pihak, termasuk influencer dan konten kreator, yang mengambil peran dalam menyampaikan info kesehatan secara ringan dan menarik.
Contoh Praktik Edukasi Kesehatan Modern:
-
Dokter TikTok: Banyak dokter muda membuat konten edukatif dengan format humor atau storytelling. Ini terbukti menjangkau jutaan views dalam hitungan hari.
-
Podcast Kesehatan: Tema tentang kesehatan mental, gizi anak, hingga vaksinasi kini sering dibahas dalam format audio yang lebih santai dan bisa dinikmati sambil commuting.
-
Komik Instagram dan Webtoon: Komunitas seperti Prevent Comics atau visual health workers menyampaikan pesan lewat ilustrasi lucu yang relatable.
Namun, di balik peluang ini, muncul tantangan baru: batas antara edukasi dan komersialisasi.
Banyak konten kesehatan yang dibungkus endorse produk tanpa penjelasan ilmiah. Ini membuat publik bingung membedakan mana informasi valid, mana iklan terselubung. Oleh karena itu, dibutuhkan peran lebih besar dari lembaga resmi dan jurnalis kesehatan untuk mengawal akurasi dan etika komunikasi digital.
Strategi Nyata untuk Membangun Edukasi Kesehatan yang Efektif dan Berkelanjutan
Membangun sistem edukasi kesehatan yang hidup dan berdampak tidak bisa bergantung pada satu sektor saja. Harus melibatkan multi-aktor: pemerintah, media, kampus, komunitas, bahkan perusahaan swasta.
Strategi Multi-Lapisan:
-
Integrasi dalam Kurikulum Sekolah
-
Edukasi soal kesehatan mental, kebersihan pribadi, pola makan sehat, dan pemahaman imunisasi bisa masuk dari SD.
-
Bukan dalam bentuk ceramah, tapi lewat permainan, project-based learning, atau media visual.
-
-
Pelatihan Edukator Komunitas
-
Setiap desa atau RT punya tokoh informal. Mereka indrabet bisa dilatih sebagai “duta kesehatan lokal” yang menyampaikan info secara kontekstual.
-
-
Sinergi Media dan Kemenkes
-
Media arus utama bisa bikin rubrik kesehatan yang didukung oleh tenaga ahli. Ini jadi alternatif terpercaya di tengah lautan konten clickbait.
-
-
Crowdsourcing Konten Lokal
-
Ajak warga untuk membuat konten soal kebiasaan sehat di komunitas mereka, dan beri ruang untuk publikasi serta apresiasi.
-
-
Monitoring & Evaluasi Berkala
-
Jangan cuma kirim materi, tapi evaluasi apakah masyarakat paham, percaya, dan mengubah perilaku.
-
Penutup: Dari Mengetahui ke Melakukan
Edukasi kesehatan tidak berhenti di pengetahuan. Ia harus diikuti dengan perubahan perilaku. Dan perubahan itu hanya mungkin jika informasi yang disampaikan menyentuh hati, relevan dengan konteks, serta bisa diterapkan dengan sumber daya yang dimiliki masyarakat.
Sebagai generasi digital, kita punya tanggung jawab ganda: bukan hanya untuk mempraktikkan hidup sehat, tapi juga untuk menyebarkan informasi yang benar, menyenangkan, dan empatik.
Karena di era post-truth seperti sekarang, edukasi kesehatan bukan lagi soal kampanye. Ia adalah perlawanan terhadap ketidaktahuan—yang nyatanya, bisa mematikan.
Baca Juga Artikel dari: Fobia Sosial: Cerita & Tips Atasi Takut di Depan Orang
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Kesehatan