0 Comments

Saya dulu selalu berpikir obesitas itu cuma soal berat badan berlebih. Tapi setelah mengalami sendiri—dan harus konsultasi ke dokter karena tekanan darah mulai naik—saya sadar bahwa obesitas itu lebih dalam dari sekadar angka di timbangan.

Secara medis, obesitas adalah kondisi di mana lemak tubuh menumpuk secara berlebihan dan berisiko mengganggu kesehatan. Ini beda dengan kelebihan berat badan biasa. Obesitas dikaitkan dengan berbagai penyakit serius, mulai dari diabetes tipe 2, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, sampai gangguan pernapasan dan jantung.

Dampaknya bukan cuma fisik. Obesitas juga memengaruhi kondisi mental—saya sempat ngerasa minder, nggak percaya diri, bahkan malas keluar rumah karena terus merasa “dilihat” orang. Berat memang, secara harfiah dan emosional.

Gejala Obesitas yang Perlu Diwaspadai Sejak Dini

Wanita dengan tubuh Obesitas duduk di matras yoga sambil mengikuti olahraga daring melalui laptop, dikelilingi peralatan fitness ringan

Gejala obesitas seringnya datang perlahan, dan justru karena pelan, kita sering abai. Saya dulu nggak sadar tubuh saya mulai berubah sampai celana-celana lama nggak muat lagi.

Berikut beberapa tanda yang perlu kamu waspadai:

  • Lingkar pinggang makin membesar meski berat badan belum terasa naik drastis

  • Cepat lelah saat aktivitas ringan seperti naik tangga

  • Tidur terganggu atau mendengkur keras karena tekanan lemak di leher

  • Nyeri sendi, terutama di lutut dan pinggang

  • Masalah kulit seperti iritasi di lipatan tubuh

  • Susah bernapas, apalagi saat tidur

Banyak dari kita menganggap ini hal biasa, padahal itu adalah sinyal tubuh yang lagi berjuang menahan beban berlebih. Kalau kamu mengalami lebih dari dua gejala di atas, sebaiknya mulai evaluasi pola makan dan aktivitasmu sehari-hari.

Penyebab Obesitas: Dari Pola Makan hingga Gaya Hidup Pasif

Nah, ini bagian yang sering bikin saya geleng-geleng kepala. Setelah saya mulai rajin baca dan konsultasi, saya sadar banyak banget kebiasaan saya yang ternyata bikin berat badan naik tanpa sadar. Dan ini bukan soal makan banyak aja.

Beberapa penyebab utama obesitas antara lain:

  • Pola makan tinggi kalori dan rendah nutrisi (fast food, gorengan, minuman manis)

  • Kebiasaan ngemil larut malam

  • Kurang tidur, yang ternyata meningkatkan hormon lapar (ghrelin)

  • Jarang bergerak, apalagi kalau kerja duduk seharian

  • Stres berlebih, yang bikin kita craving makanan sebagai pelarian

  • Faktor genetik, walau ini biasanya memicu saja, bukan alasan utama

Saya dulu hobi banget minum kopi susu kekinian. Dalam sehari bisa dua gelas. Ternyata satu gelas bisa mengandung lebih dari 200 kalori. Bayangkan kalau dikali dua setiap hari, tanpa saya sadar itu sudah menyumbang 400 kalori ekstra.

Dan soal kurang gerak—kerja dari rumah bikin saya makin pasif. Duduk dari pagi sampai malam, dan olahraga cuma niat tanpa realisasi. Akhirnya ya numpuk terus tuh lemak.

Kategori Berat Badan Berdasarkan Indeks Massa Tubuh

Pertanyaan ini sering muncul: “Obesitas berapa kg? Berapa sih berat badan yang masuk kategori obesitas?” Jawabannya tergantung tinggi badan, bukan cuma beratnya.

Paling mudah pakai Indeks Massa Tubuh (IMT). Rumusnya:
IMT = berat badan (kg) / (tinggi badan dalam meter x tinggi badan)

Kategori IMT menurut WHO:

  • < 18.5 = Kurus

  • 18.5 – 24.9 = Normal

  • 25 – 29.9 = Overweight

  • 30 ke atas = Obesitas

Contoh: Kalau berat badan kamu 80 kg dan tinggi 160 cm (1.6 m), maka:

80 / (1.6 x 1.6) = 31.25 → sudah masuk kategori obesitas.

Saya sendiri dulu 92 kg dengan tinggi 168 cm. IMT saya waktu itu sekitar 32.6. Angka itu cukup buat bikin dokter saya geleng-geleng kepala. Tapi justru dari situ saya mulai sadar dan perlahan berubah.

Beberapa klinik juga pakai pengukuran lingkar pinggang dan komposisi tubuh (lemak vs otot) untuk mengukur obesitas lebih akurat. Tapi IMT cukup untuk jadi alarm awal.

Cara Mencegah Lewat Perubahan Gaya Hidup Sederhana

Percaya atau nggak, saya nggak langsung diet ketat waktu mau menurunkan berat badan. Justru saya mulai dari hal kecil. Karena saya tahu, kalau langsung ekstrem, saya bakal nyerah di minggu kedua.

Berikut beberapa perubahan sederhana yang saya lakukan (dan bisa kamu tiru):

  1. Mulai dari sarapan sehat: Ganti roti tawar dengan oatmeal dan buah.

  2. Perbanyak minum air putih, minimal 2 liter per hari.

  3. Jalan kaki 20 menit setiap pagi, sambil dengerin podcast favorit.

  4. Kurangi nasi sedikit demi sedikit, bukan langsung nol.

  5. Ngemil sehat: Ganti keripik dengan kacang panggang atau greek yogurt.

  6. Tulis jurnal makanan: Supaya sadar berapa kalori yang dikonsumsi.

  7. Tidur cukup: Minimal 7 jam sehari, karena begadang itu jebakan betmen.

Saya juga belajar dari banyak sumber, termasuk Hellosehat, yang membahas penyebab obesitas dari berbagai sisi medis. Dari situ saya makin paham bahwa perubahan kecil yang konsisten jauh lebih efektif daripada diet instan.

Bagaimana Cara Melawan Obesitas secara Efektif dan Berkelanjutan

Setelah turun 10 kg dalam 8 bulan, saya baru sadar bahwa melawan obesitas itu bukan soal “cepat turun berat”, tapi gimana caranya tetap sehat dan seimbang dalam jangka panjang.

Beberapa hal yang saya pelajari sepanjang perjalanan:

  • Jangan terobsesi angka di timbangan. Lihat juga lingkar pinggang dan stamina.

  • Temukan aktivitas fisik yang kamu suka. Saya pribadi jatuh cinta sama zumba.

  • Buat sistem pendukung. Punya teman yang juga berjuang bikin semangat terus.

  • Evaluasi pola makan secara berkala. Kadang kita mulai tergelincir tanpa sadar.

  • Terima proses naik turun. Saya pernah naik 2 kg saat Lebaran, tapi nggak nyerah.

  • Konsultasi ke ahli gizi atau dokter jika perlu. Ini bukan tanda lemah, tapi langkah bijak.

Saya juga sadar bahwa perjuangan ini nggak selesai saat angka di timbangan turun. Justru tantangannya ada di menjaga berat badan tetap stabil dan tubuh tetap sehat.

Kesimpulan: Obesitas Bisa Dicegah dengan Konsistensi dan Kesadaran Diri

Dari semua hal yang saya pelajari, saya bisa bilang: mencegah dan melawan obesitas itu soal kesadaran dan konsistensi, bukan soal motivasi sesaat.

Kita bisa mulai dari kebiasaan kecil—dan tidak harus menunggu sampai dokter bilang kamu harus mulai berubah. Tubuh kita adalah rumah satu-satunya yang nggak bisa diganti, jadi jagalah dengan penuh cinta dan tanggung jawab.

Kalau saya bisa, kamu juga bisa. Pelan-pelan, tapi pasti.

Sering pusing kepala sebelah? Berbeda beda alasannya, cek di: Migrain: Lebih dari Sekadar Sakit Kepala Biasa

Author

Related Posts