Jakarta, incahospital.co.id – Sebuah titik hitam kecil di lengan kanan. “Ah, mungkin cuma tahi lalat biasa,” kata Andini waktu itu. Ia bahkan sempat menganggapnya lucu. Tapi siapa sangka, tiga tahun kemudian titik itu berkembang menjadi luka menghitam yang gatal, berdarah, dan akhirnya divonis dokter sebagai kanker melanoma stadium II.
Kisah Andini bukan satu-satunya. Melanoma, meskipun bukan jenis kanker kulit yang paling umum, adalah yang paling mematikan jika tidak terdeteksi sejak dini. Data dari World Health Organization menunjukkan bahwa setiap tahun, lebih dari 325 ribu kasus melanoma baru muncul secara global. Di Indonesia sendiri, angka pastinya mungkin belum banyak terekspos, tapi tren kenaikannya mulai jadi perhatian.
Melanoma berasal dari sel melanosit, yakni sel penghasil pigmen (melanin) pada kulit. Ketika sel ini berubah menjadi ganas, mereka tumbuh tak terkendali dan bisa menyebar ke organ lain—bahkan otak dan paru-paru.
Dan yang mengejutkan? Sering kali melanoma terlihat seperti tahi lalat biasa.
Inilah mengapa edukasi dini sangat penting. Karena, seperti kata banyak dokter, semakin cepat dideteksi, semakin besar peluang sembuh. Di era di mana informasi begitu mudah diakses, tidak ada alasan untuk mengabaikan tubuh sendiri—terutama kulit.
Tahi Lalat Biasa atau Tanda Bahaya? Kenali Gejalanya
Tidak semua tahi lalat itu berbahaya. Faktanya, mayoritas orang memiliki setidaknya 10 hingga 40 tahi lalat di tubuh mereka. Namun, melanoma bisa muncul dari tahi lalat yang sudah ada, atau muncul sebagai lesi baru.
Untuk membedakan mana yang harus diwaspadai, para dermatolog menyarankan untuk mengenali metode ABCDE:
-
A – Asymmetry: Satu sisi tahi lalat tidak sama dengan sisi lainnya.
-
B – Border: Pinggiran tidak rata, bergelombang, atau kabur.
-
C – Color: Warna tidak seragam; ada campuran hitam, coklat, merah, atau bahkan biru.
-
D – Diameter: Lebih besar dari 6 mm (ukuran penghapus pensil), meskipun melanoma juga bisa lebih kecil.
-
E – Evolving: Tumbuh, berubah bentuk, warna, atau mulai terasa gatal atau berdarah.
Rani, seorang pekerja media sosial yang kini sedang dalam masa pemulihan dari melanoma stadium awal, bercerita bahwa ia sempat mengira bercak hitam di bawah lengannya hanya bekas iritasi deodorant. “Tapi dua minggu kemudian, bentuknya berubah dan terasa perih saat disentuh. Untung aku segera periksa,” katanya.
Kasus seperti Rani menunjukkan bahwa awareness dan kepedulian terhadap perubahan di kulit bisa menyelamatkan nyawa.
Faktor Risiko Kanker Melanoma—Siapa yang Harus Lebih Hati-Hati?
Meski semua orang bisa terkena melanoma, beberapa orang memiliki risiko yang lebih tinggi. Di sinilah pentingnya mengenal faktor risiko, agar bisa melakukan langkah preventif lebih awal.
1. Paparan Sinar UV Berlebih
Sinar ultraviolet dari matahari adalah penyebab utama. Mereka merusak DNA sel kulit. Itulah mengapa orang yang sering beraktivitas di luar ruangan tanpa perlindungan—terutama di siang hari—lebih rentan.
Di Indonesia, sinar UV bisa mencapai indeks 11+ di siang hari. Bahkan dalam kondisi berawan, UV tetap bisa merusak. Sayangnya, penggunaan sunscreen masih rendah. Banyak yang menganggap itu hanya urusan estetika. Padahal, ini soal kesehatan jangka panjang.
2. Riwayat Keluarga dan Genetik
Jika ada anggota keluarga yang pernah mengidap melanoma, risiko seseorang meningkat hingga dua kali lipat. Ini karena bisa ada mutasi genetik yang diturunkan, seperti mutasi gen CDKN2A.
3. Kulit Terang dan Mudah Terbakar
Orang dengan kulit terang, freckle, atau rambut pirang/kemerahan secara biologis memiliki lebih sedikit melanin—pelindung alami terhadap sinar UV. Meskipun Indonesia didominasi ras dengan pigmen kulit lebih gelap, bukan berarti aman sepenuhnya.
4. Riwayat Tahi Lalat Tidak Biasa (Atypical Nevi)
Tahi lalat dengan bentuk dan warna tidak biasa, meskipun tidak langsung ganas, bisa berubah menjadi melanoma. Mereka harus dipantau secara rutin.
“Yang bikin saya menyesal,” kata Jefri, 41 tahun, survivor melanoma yang kini aktif kampanye kesehatan, “saya dulu suka berjemur tanpa perlindungan. Kulit jadi gelap dan saya kira itu keren. Tapi ternyata, beberapa tahi lalat saya berubah jadi ganas.”
Diagnosis dan Pengobatan—Semakin Dini, Semakin Besar Peluang
Kalau kamu menemukan perubahan mencurigakan pada kulitmu, jangan tunda untuk memeriksakannya ke dokter kulit. Proses diagnosis melanoma biasanya dimulai dari:
-
Pemeriksaan visual dengan dermatoskop, alat seperti kaca pembesar khusus.
-
Jika mencurigakan, dokter akan melakukan biopsi, mengambil sebagian atau seluruh lesi untuk diperiksa di bawah mikroskop.
Kalau terkonfirmasi melanoma, maka pengobatan tergantung pada stadium kanker:
Stadium Awal (0–II)
Biasanya cukup dengan tindakan pembedahan lokal untuk mengangkat sel kanker. Dalam beberapa kasus, dilakukan juga limfadenektomi jika ada dugaan penyebaran ke kelenjar getah bening.
Stadium Lanjut (III–IV)
Penanganan lebih kompleks dan bisa meliputi:
-
Imunoterapi: Mengaktifkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan sel kanker.
-
Targeted Therapy: Obat yang bekerja pada mutasi gen spesifik.
-
Radioterapi dan Kemoterapi: Dalam kondisi metastasis, meskipun responsnya tidak selalu maksimal.
Pengobatan ini bukan hanya soal fisik, tapi juga mental. Dukungan keluarga dan komunitas sangat penting. Beberapa rumah sakit besar di Indonesia kini sudah memiliki klinik onkologi khusus kulit, meski belum merata.
Pencegahan Kanker Melanoma—Langkah Kecil, Dampak Besar
Berita baiknya: kanker melanoma bisa dicegah. Dan langkahnya sederhana, bahkan bisa kamu mulai hari ini.
1. Gunakan Sunscreen Setiap Hari
Minimal SPF 30, bahkan saat mendung atau di dalam ruangan. Aplikasikan ulang setiap 2 jam jika beraktivitas di luar. Jangan lupa bagian tubuh yang sering terlupakan seperti leher belakang, telinga, dan punggung tangan.
2. Hindari Paparan Matahari Langsung di Jam 10:00–16:00
Jika harus keluar rumah, pakai topi, kacamata hitam, atau pakaian lengan panjang berbahan breathable.
3. Periksa Kulit Sendiri Setiap Bulan
Gunakan cermin untuk memeriksa seluruh tubuh, termasuk bagian yang sulit dilihat seperti punggung, telapak kaki, dan kulit kepala. Catat perubahan.
4. Periksakan Tahi Lalat Mencurigakan ke Dokter Kulit
Jangan bergantung pada pencarian Google. Profesional medis punya alat dan pengetahuan yang jauh lebih akurat untuk mendeteksi perubahan dini.
Pemerintah dan lembaga kesehatan di Indonesia mulai mendorong kampanye deteksi dini kanker kulit, tapi kesadaran masyarakat masih rendah. Padahal, edukasi bisa menyelamatkan banyak nyawa.
Kesimpulan: Kenali Kulitmu, Lindungi Dirimu
Kanker melanoma bukan momok yang harus ditakuti. Tapi juga bukan hal yang bisa dianggap remeh. Edukasi, kewaspadaan, dan gaya hidup sehat bisa menjadi kunci pencegahan.
Mulailah dari hal kecil—memakai sunscreen, memeriksa kulit, dan berani ke dokter saat ada yang terasa aneh. Karena tubuh kita selalu memberi sinyal. Tugas kita adalah belajar mendengarkannya.
Karena, seperti kata dokter kulit senior dalam sebuah seminar kesehatan di Jakarta, “Melanoma bisa tumbuh dalam diam. Tapi pencegahan bisa dilakukan dengan sadar.”
Baca Juga Artikel dari: Akibat Kurang Gerak: Bahaya Diam Lama bagi Tubuh dan Pikiran
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Kesehatan