Jakarta, incahospital.co.id – Di salah satu sore penuh tumpukan deadline redaksi, saya melihat rekan kerja saya, Dito, menunduk lemas di pojokan ruang pantry. Wajahnya pucat, tangannya menggenggam perut. Saya kira dia cuma lapar. Tapi ternyata, itu kambuhan—maag kronis yang ia derita sejak kuliah, kambuh lagi.
“Gue udah makan siang, bahkan nggak telat,” katanya lirih, “Tapi ini sakitnya kayak ditusuk-tusuk.” Kalimat itu membuat saya berhenti mengetik, dan mulai bertanya-tanya: seberapa parah sebenarnya maag kronis itu?
Maag sering dianggap penyakit sepele, bahkan jadi semacam “alasan klasik” buat bolos kerja atau sekolah. Tapi ketika sudah masuk kategori kronis, kondisinya jauh lebih kompleks dari sekadar ‘telat makan’.
Dalam dunia medis, maag kronis disebut juga sebagai gastritis kronis—peradangan lambung yang berlangsung lama dan bisa berlangsung bertahun-tahun. Penyebabnya banyak: dari infeksi bakteri Helicobacter pylori, penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) jangka panjang, stres berlebihan, hingga pola makan yang berantakan. Sayangnya, karena gejalanya seringkali “biasa saja”, penyakit ini baru terasa mengganggu ketika sudah mulai serius.
Gejala Maag Kronis yang Kerap Dianggap Angin Lalu

Yang membedakan maag biasa dengan maag kronis adalah frekuensi dan intensitas gejalanya. Kalau kamu sering merasa:
-
Nyeri atau perih di ulu hati,
-
Mual hampir tiap pagi,
-
Kembung dan sering bersendawa,
-
Kehilangan nafsu makan,
-
Berat badan turun tanpa sebab yang jelas,
…dan itu terjadi berulang selama berminggu atau berbulan-bulan, bisa jadi kamu sudah mengalami tanda-tanda maag kronis.
Dalam wawancara saya dengan seorang dokter spesialis penyakit dalam di rumah sakit besar di Jakarta Selatan, beliau mengatakan, “Pasien sering datang terlambat. Mereka pikir ini cuma masalah ‘belum makan’ padahal lambungnya sudah rusak pelan-pelan.”
Salah satu pasien yang pernah saya temui adalah seorang wanita usia 32 tahun, pekerja kantoran dengan jadwal rapat padat. Ia sudah biasa bekerja sambil menahan sakit perut ringan. Tapi ketika akhirnya muntah darah, baru ia memutuskan periksa. Diagnosisnya: gastritis kronis erosif.
Itu baru salah satu contoh. Kerusakan pada lapisan lambung akibat peradangan jangka panjang bisa menimbulkan komplikasi serius seperti luka (ulkus), anemia karena perdarahan lambung, hingga—dalam kasus ekstrem—peningkatan risiko kanker lambung.
Pola Hidup Modern dan ‘Kehidupan Kota’ yang Picu Maag Kronis
Ada satu hal yang menarik saat saya coba telusuri akar dari banyaknya kasus maag kronis di kalangan muda perkotaan: gaya hidup kita sendiri.
Coba cek rutinitas kamu:
-
Sarapan skip karena buru-buru?
-
Siang makan fast food karena waktu mepet?
-
Malam ngemil pedas-pedas sambil scroll TikTok sampai dini hari?
-
Stres kerja dan sering ngopi dua kali sehari?
Kombinasi gaya hidup seperti inilah yang secara perlahan merusak lambung kita tanpa terasa. Lambung, yang seharusnya memproduksi asam untuk mencerna makanan, justru jadi overaktif atau bahkan ‘terluka’ karena terus dipaksa bekerja tanpa ritme yang stabil.
Ada penelitian lokal yang pernah saya baca dari Kementerian Kesehatan yang menyebutkan bahwa lebih dari 40% penderita maag kronis berusia di bawah 40 tahun. Ini artinya, bukan orang tua saja yang rentan—anak muda pun bisa terkena, terutama yang tinggal di kota besar dengan pola makan cepat saji dan stres tinggi.
Lebih menyedihkannya lagi, banyak yang minum obat maag hanya untuk “tahan kerja”, bukan untuk benar-benar sembuh. Padahal, obat pereda maag seperti antasida dan PPI (proton pump inhibitor) hanya membantu sementara. Kalau penyebab utamanya nggak diubah, maag kronis tetap akan datang lagi. Dan lagi.
Maag Kronis Tak Bisa Sembuh Total, Tapi Bisa Dikendalikan
Salah satu fakta penting yang sering terlewat adalah bahwa maag kronis tidak selalu bisa sembuh total. Tapi jangan khawatir, bukan berarti kamu harus hidup dalam penderitaan selamanya.
Menurut para ahli, penyakit ini bisa dikelola dengan pendekatan 360 derajat: gabungan antara pengobatan medis, pengaturan pola makan, serta manajemen stres.
Dalam pengobatan medis, dokter biasanya akan menyarankan:
-
Antibiotik jika ada infeksi H. pylori,
-
Obat penghambat produksi asam lambung (seperti omeprazole, lansoprazole),
-
Suplemen jika ada defisiensi zat besi atau vitamin B12.
Namun, yang sering jadi titik balik bagi banyak pasien adalah perubahan gaya hidup. Saya pernah mewawancarai seorang mantan pasien maag kronis yang kini menjadi konsultan kesehatan holistik. Ia menyebutkan bahwa mengatur waktu makan, berhenti merokok, mengurangi kopi, dan rutin meditasi adalah kombinasi yang menyelamatkan hidupnya.
Berikut beberapa tips yang terbukti membantu:
-
Makan tepat waktu, jangan menunda lebih dari 4 jam tanpa asupan,
-
Pilih makanan lembut, rendah asam, dan tidak pedas,
-
Hindari makanan berminyak dan minuman bersoda,
-
Minum air hangat sebelum tidur,
-
Gunakan bantal lebih tinggi agar asam lambung tidak naik saat tidur.
Dan ya, kelola stres. Karena ternyata, lambung dan otak itu saling terhubung erat lewat sistem saraf—istilah medisnya gut-brain axis. Jadi kalau pikiranmu penuh tekanan, perutmu pun bisa bereaksi.
Waspadai Komplikasi Jangka Panjang—Jangan Tunggu Parah
“Maag kronis bukan akhir dunia, tapi bisa jadi awal dari penyakit lain kalau tidak ditangani,” kata seorang gastroenterolog yang saya temui di salah satu simposium medis.
Dan ia tidak salah. Dalam beberapa kasus, maag kronis yang tidak ditangani bisa berujung pada:
-
Ulkus lambung (luka terbuka di dinding lambung),
-
Perdarahan lambung yang bisa menyebabkan anemia,
-
Atrofi mukosa lambung, kondisi ketika lapisan lambung menipis permanen,
-
Displasia (perubahan sel abnormal yang bisa jadi awal kanker lambung).
Yang paling mengerikan tentu adalah potensi kanker lambung. Meski tidak semua penderita maag kronis akan mengalami ini, tapi beberapa tipe maag seperti autoimmune gastritis dan yang disebabkan oleh infeksi kronis H. pylori punya risiko lebih tinggi.
Oleh karena itu, diagnosa dini dan pemantauan rutin sangat penting. Jika kamu sudah punya gejala lama, jangan tunggu hingga keluar darah atau muntah hebat untuk memeriksakan diri.
Pemeriksaan seperti endoskopi lambung, tes urea breath, hingga biopsi jaringan lambung bisa membantu mendeteksi kerusakan lebih awal.
Penutup: Dengarkan Tubuhmu, Bukan Cuma Jam Makan
Kadang kita lupa bahwa tubuh punya cara sendiri untuk bicara. Rasa mual yang muncul setiap pagi, nyeri yang datang diam-diam, atau nafsu makan yang tiba-tiba hilang—itu semua bukan kebetulan. Tubuh sedang memberi sinyal bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Maag kronis bukan penyakit langka. Tapi ia sering tak terlihat. Ia menyelinap pelan, mengikis kekuatan tubuh dari dalam. Tapi dengan kesadaran, penanganan tepat, dan kedisiplinan gaya hidup, penyakit ini bisa dikendalikan.
Sebagai pembawa kabar baik sekaligus pengingat keras: jangan anggap enteng sakit perut yang terus berulang. Bisa jadi itu bukan cuma karena telat makan, tapi karena tubuhmu sudah lama menahan luka.
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Kesehatan
Baca Juga Artikel Dari: Vaksin Booster: Perlindungan Tambahan untuk Kesehatan Optimal
Berikut Website Referensi: wdbos
