0 Comments

Jakarta, incahospital.co.id – Bayangkan ini: kamu sedang menikmati ayam goreng buatan sendiri, renyah di luar, lembut di dalam. Tapi esok paginya, perutmu melilit, muntah-muntah, demam tinggi, dan harus bolak-balik ke kamar mandi. Bisa jadi, kamu tengah terkena Penyakit Salmonellosis—penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella yang sering datang tanpa aba-aba.

Salmonellosis bukan penyakit langka. Di dunia medis, ia digolongkan sebagai penyakit infeksi makanan yang cukup umum, namun tetap berbahaya jika tidak ditangani dengan benar. Menurut laporan berbagai media kesehatan di Indonesia, kasus keracunan makanan akibat bakteri Salmonella cukup sering terjadi, terutama saat musim panas atau ketika sistem rantai dingin makanan tidak berjalan baik.

Infeksi ini disebabkan oleh konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi bakteri Salmonella, yang biasanya berasal dari produk hewani yang kurang matang seperti daging ayam, telur mentah, atau susu yang tidak dipasteurisasi. Di Indonesia sendiri, kasus keracunan makanan di kantin sekolah, rumah makan, bahkan katering seringkali melibatkan si bakteri satu ini.

Menariknya, Salmonella bisa bertahan hidup dalam waktu cukup lama pada makanan, apalagi kalau penyimpanannya tidak tepat. Dan begitu masuk ke dalam tubuh, ia bekerja cepat: menyerang sistem pencernaan, mengacaukan keseimbangan bakteri usus, dan memicu gejala yang bisa sangat tidak nyaman.

Dari Gejala Ringan Sampai Serius – Inilah Wajah-Wajah Salmonellosis

Penyakit Salmonellosis

Tidak semua orang akan merasakan gejala yang sama saat terinfeksi. Beberapa orang hanya merasa sedikit mual, tapi ada pula yang harus dirawat di rumah sakit karena dehidrasi berat. Umumnya, gejala salmonellosis muncul dalam 6–72 jam setelah terpapar.

Gejala yang paling sering muncul:

  • Diare parah (kadang berdarah)

  • Mual dan muntah

  • Demam tinggi, bisa lebih dari 39°C

  • Kram atau nyeri perut yang menyiksa

  • Sakit kepala dan kelelahan

Kisah nyata dari seorang mahasiswa di Surabaya pernah ramai dibahas. Ia jatuh sakit setelah memakan salad ayam dari gerai makanan cepat saji. Ia sempat dirawat selama tiga hari karena tubuh kehilangan cairan cukup banyak. Dari hasil laboratorium, penyebab utamanya adalah infeksi Salmonella enteritidis, salah satu strain paling umum.

Yang jadi masalah, gejala-gejala ini seringkali dianggap sebagai ‘masuk angin’ atau ‘magh kambuh’, padahal sebenarnya tubuh sedang melawan infeksi bakteri. Di sinilah pentingnya edukasi masyarakat. Apalagi, di Indonesia, kebiasaan jajan sembarangan masih tinggi, dan banyak yang belum paham soal standar kebersihan makanan.

Gejala bisa lebih berat pada anak-anak, lansia, dan mereka yang daya tahan tubuhnya sedang lemah. Dalam kasus yang parah, bakteri bahkan bisa menyebar ke aliran darah dan organ dalam, memicu infeksi serius seperti salmonella septicemia.

Sumber Penularan yang Jarang Disadari – Dari Telur Mentah hingga Sayur Tak Dicuci

Kalau kamu pikir Salmonella hanya datang dari daging ayam, kamu keliru. Bakteri ini punya ‘jaringan luas’ dalam dunia makanan. Dan yang membuatnya berbahaya: ia sering menyamar dalam makanan yang terlihat bersih atau enak.

Berikut beberapa sumber penularan salmonellosis yang umum:

  1. Telur mentah atau setengah matang
    Banyak orang suka konsumsi telur setengah matang, bahkan dalam campuran makanan seperti mayonnaise rumahan atau saus salad. Tapi telur mentah bisa jadi sarang Salmonella, apalagi kalau cangkangnya retak.

  2. Produk susu yang tidak dipasteurisasi
    Susu segar yang tidak melewati proses pasteurisasi masih populer di beberapa tempat. Padahal, tanpa pemanasan suhu tinggi, bakteri bisa bertahan hidup.

  3. Sayur dan buah yang tidak dicuci bersih
    Terutama jika ditanam di tanah yang terkontaminasi kotoran hewan atau disiram air tak higienis.

  4. Daging yang kurang matang
    Ini paling klasik. Baik ayam, sapi, hingga bebek. Daging setengah matang bisa terlihat lezat, tapi juga berpotensi membawa malapetaka.

  5. Kontaminasi silang di dapur
    Satu pisau dipakai untuk motong ayam mentah, lalu langsung dipakai untuk sayur tanpa dicuci. Ini sering kejadian, terutama di rumah.

Ada cerita menarik dari salah satu hotel bintang empat di Jakarta. Mereka pernah menghadapi insiden tamu keracunan setelah sarapan. Setelah ditelusuri, ternyata salad bar mereka tak mencuci ulang sayur setelah dikirim dari supplier. Sejak saat itu, SOP mereka diperketat. Semua staf dapur ikut pelatihan keamanan pangan. Salmonella memang mengajarkan banyak hal.

Cara Mencegah Salmonellosis – Gak Ribet, Tapi Butuh Disiplin

Untungnya, salmonellosis bisa dicegah. Tapi kuncinya adalah disiplin—baik di rumah, dapur restoran, hingga dapur sekolah. Kebersihan, pengolahan yang benar, dan edukasi jadi elemen vital.

Tips pencegahan yang praktis:

  • Masak makanan hewani sampai benar-benar matang
    Pastikan bagian terdalam daging tidak berwarna merah muda lagi. Gunakan termometer dapur jika perlu.

  • Cuci tangan sebelum dan sesudah mengolah makanan
    Ini kedengarannya sepele, tapi faktanya, banyak kasus salmonellosis berawal dari tangan yang kotor.

  • Pisahkan peralatan dapur untuk bahan mentah dan matang
    Jangan pakai talenan atau pisau yang sama untuk daging mentah dan sayur tanpa dicuci.

  • Cuci bersih sayuran dan buah
    Terutama yang dimakan mentah. Gunakan air mengalir dan rendam sebentar jika perlu.

  • Simpan makanan dalam suhu aman
    Jangan biarkan makanan matang berada pada suhu ruang terlalu lama. Bakteri suka ‘nongkrong’ di suhu antara 5°C hingga 60°C.

  • Hindari konsumsi produk susu mentah atau telur mentah
    Meskipun terlihat alami dan sehat, potensi risikonya tidak sebanding dengan manfaatnya.

Khusus untuk pengusaha makanan atau katering, pelatihan tentang food safety harus jadi standar. Bukan sekadar formalitas. Karena reputasi bisa runtuh hanya karena satu kasus salmonellosis.

Penanganan Saat Terinfeksi dan Peran Tenaga Medis

Kalau sudah terkena salmonellosis, jangan panik. Yang penting adalah segera melakukan rehidrasi, karena tubuh kehilangan banyak cairan akibat muntah dan diare. Minum air putih, oralit, atau cairan elektrolit jadi kunci utama.

Dalam kasus ringan, infeksi akan hilang dalam 4–7 hari tanpa antibiotik. Tapi bila gejala berlangsung lebih dari seminggu, disertai darah di feses, atau tidak bisa makan/minum, sebaiknya segera ke dokter.

Penanganan medis biasanya meliputi:

  • Pemeriksaan feses untuk mendeteksi strain Salmonella

  • Pemberian antibiotik untuk kasus berat atau pasien dengan risiko tinggi

  • Observasi rawat inap bila pasien mengalami dehidrasi parah

Di banyak rumah sakit di Indonesia, termasuk puskesmas, sudah tersedia prosedur penanganan standar untuk kasus infeksi saluran cerna. Namun, masih banyak yang menunda ke fasilitas kesehatan karena takut biaya atau menganggap sepele.

Cerita dari seorang dokter di Malang menyebut, pasiennya datang setelah lima hari diare tanpa henti. Ternyata, karena tidak mampu beli oralit dan hanya mengandalkan air teh manis. Padahal, risiko gagal ginjal akibat dehidrasi bisa terjadi bila dibiarkan.

Salmonellosis dan Masa Depan Ketahanan Pangan

Di skala lebih besar, salmonellosis bukan hanya masalah individu. Ia juga menyangkut ketahanan pangan, keamanan rantai distribusi, dan kebijakan sanitasi publik.

Indonesia masih menghadapi tantangan dalam pengawasan pangan. Dari warung tenda pinggir jalan hingga gerai makanan besar, belum semua punya standar keamanan makanan yang ketat. Apalagi dengan maraknya produk makanan olahan rumahan yang dijual online—tanpa pengawasan BPOM.

Pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat harus saling bergandeng tangan.

  • Pemerintah bisa mengintensifkan inspeksi dan edukasi keamanan pangan.

  • Pelaku usaha harus menjadikan food safety sebagai nilai utama, bukan sekadar formalitas.

  • Masyarakat perlu lebih kritis terhadap makanan yang dikonsumsi.

Di masa depan, teknologi seperti pelacak suhu rantai dingin, sensor makanan cerdas, dan sistem pelatihan digital bisa membantu menekan kasus salmonellosis. Tapi tetap, yang paling penting adalah kesadaran bersama.

Penutup: Waspada Tanpa Paranoid

Salmonellosis memang bisa menimbulkan ketidaknyamanan serius. Tapi kabar baiknya: ia bisa dicegah. Dan tidak perlu cara rumit. Cukup dengan disiplin, kebersihan, dan edukasi yang konsisten, kita bisa terhindar dari infeksi ini.

Anggap saja ini pengingat: bahwa setiap makanan yang kita konsumsi bukan hanya soal rasa, tapi juga soal tanggung jawab.

Jadi, lain kali kamu melihat telur mentah di atas nasi hangat… pikirkan dua kali. Karena si bakteri Salmonella bisa jadi sedang tersenyum melihat celahnya.

Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Kesehatan

Baca Juga Artikel dari: Infertilitas Pria: Cerita, Kesalahan, dan Jalan Keluarnya

Author

Related Posts