JAKARTA, incahospital.co.id – Pertusis Batuk Rejan, atau lebih dikenal sebagai batuk rejan, merupakan penyakit menular yang sering menyerang anak-anak namun tidak menutup kemungkinan juga mengenai orang dewasa. Saya masih ingat pengalaman seorang teman jurnalis yang anaknya sempat terkena pertusis; melihat sang anak tersedak saat batuk membuat semua anggota keluarga panik, meskipun vaksinasi sudah dilakukan.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis yang menyerang saluran pernapasan. Gejala awal sering mirip flu biasa: pilek, demam ringan, hingga Pertusis Batuk Rejan yang kadang diabaikan. Namun, seiring berkembangnya penyakit, batuk menjadi parah dan terjadi dalam serangan beruntun, sering disertai suara “whoop” saat menarik napas. Di sinilah pentingnya deteksi dini, karena keterlambatan penanganan dapat berakibat serius, terutama pada bayi dan anak kecil.
Dalam beberapa kasus, pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi, termasuk pneumonia, kejang, atau kerusakan otak akibat kurangnya oksigen. Saya pernah membaca catatan medis tentang bayi prematur yang mengalami pertusis berat, dan betapa pentingnya perlindungan melalui imunisasi dan pengawasan kesehatan rutin.
Gejala dan Tahapan Pertusis Batuk Rejan

Pertusis memiliki tahapan khas yang bisa membantu orang tua dan tenaga medis mengenali penyakit sejak awal. Tahap pertama, fase kataral, biasanya berlangsung satu hingga dua minggu. Pada tahap ini, pasien menunjukkan gejala mirip flu, seperti hidung tersumbat, bersin, dan batuk ringan. Banyak orang mengira ini sekadar Pertusis Batuk Rejan biasa sehingga terlambat mendapatkan perawatan.
Tahap kedua, fase paroksismal, adalah saat batuk menjadi lebih intens. Serangan batuk bisa berlangsung hingga beberapa menit, diikuti suara “whoop” khas. Anak-anak biasanya mengalami muntah setelah batuk dan kelelahan ekstrem. Saya pernah menemani seorang keluarga yang harus bolak-balik rumah sakit hanya karena batuk parah ini, dan mereka baru menyadari betapa seriusnya penyakit ini.
Tahap terakhir adalah fase rekonvalesen, di mana gejala mulai mereda secara perlahan, namun batuk masih bisa muncul beberapa minggu. Penting untuk menjaga pasien tetap terhidrasi dan mengawasi kemungkinan komplikasi, terutama bagi anak-anak dengan sistem kekebalan tubuh lemah.
Faktor Risiko dan Siapa Saja yang Rentan
Pertusis Batuk Rejan lebih sering menyerang anak-anak di bawah usia lima tahun, terutama yang belum menerima vaksin lengkap. Namun, orang dewasa juga bisa menjadi pembawa penyakit tanpa menunjukkan gejala parah, sehingga risiko penularan ke bayi yang rentan tetap tinggi.
Orang dengan sistem imun lemah, penderita penyakit kronis, dan bayi prematur memiliki risiko komplikasi lebih tinggi. Saya ingat pengalaman liputan di pusat kesehatan masyarakat; banyak keluarga yang datang untuk imunisasi lengkap setelah mendengar kasus pertusis lokal. Kesadaran akan vaksinasi dan kebersihan lingkungan menjadi hal krusial.
Selain itu, paparan di tempat ramai, sekolah, dan ruang publik juga meningkatkan risiko penularan. Pertusis Batuk Rejan yang menular melalui droplet membuat pertusis mudah menyebar jika orang di sekitar tidak memakai masker atau menjaga jarak saat batuk.
Pencegahan dan Peran Vaksinasi
Pencegahan Pertusis Batuk Rejan paling efektif adalah melalui imunisasi. Vaksin DTP (difteria, tetanus, pertusis) diberikan sejak bayi dan dilanjutkan melalui booster pada usia tertentu. Saya pernah menemui keluarga yang secara rutin mengikuti jadwal imunisasi, dan mereka merasakan ketenangan lebih karena anak-anak terlindungi.
Selain vaksin, kebiasaan hidup sehat juga membantu. Mencuci tangan secara rutin, menutup mulut saat batuk, serta menjaga kebersihan rumah dan lingkungan adalah langkah sederhana namun penting. Untuk bayi yang belum mendapatkan vaksin lengkap, menjaga jarak dari orang yang sedang batuk atau pilek juga dianjurkan.
Pendidikan kesehatan bagi orang tua dan masyarakat juga penting. Dalam beberapa pengalaman liputan kesehatan, saya melihat kampanye edukasi di sekolah dan posyandu berhasil meningkatkan kesadaran tentang pertusis, sehingga angka kasus dapat ditekan.
Penanganan Pertusis Batuk Rejan dan Tips Menghadapi Serangan Batuk
Jika sudah terinfeksi, pengobatan pertusis biasanya melibatkan antibiotik dan perawatan suportif. Antibiotik membantu mengurangi penularan dan mempercepat pemulihan, terutama jika diberikan di awal gejala. Saya pernah menyaksikan seorang anak yang harus dirawat di rumah sakit karena keterlambatan penanganan, dan itu menjadi pengingat bahwa deteksi dini sangat krusial.
Perawatan suportif termasuk menjaga pasien tetap terhidrasi, memberi makanan lembut, serta menciptakan lingkungan yang tenang dan lembap agar Pertusis Batuk Rejan tidak semakin parah. Orang tua juga harus siap menghadapi serangan batuk di malam hari yang bisa mengganggu tidur anak dan seluruh keluarga.
Selain itu, observasi komplikasi menjadi hal wajib. Jika batuk disertai sesak napas, kejang, atau demam tinggi, segera konsultasikan ke tenaga medis. Dalam beberapa kasus, rawat inap mungkin diperlukan, terutama untuk bayi atau anak dengan kondisi medis lain.
Temukan Informasi Lengkapnya Tentang: Kesehatan
Baca Juga Artikel Berikut: Pertusis Batuk: Panduan Lengkap Gejala, Pencegahan, dan Penanganan untuk Semua Usia
